Tuesday, 15 October 2013

BAB 6 : LEMBAR BARU

              Sang surya tampak telah menunjukkan cahayanya pada pagi hari ini. Tanda dimana dimulailah hari hari baru bagi sebagian manusia tak terkecuali Nano. Ini adalah awal dimana ia harus bisa mencari sesuatu yang dapat membuat hari harinya menjadi ceria seperti dulu lagi. Baru baru ini, gebetan barunya itu, Mawar ternyata telah memiliki pelabuhan hatinya sendiri. Ia sepertinya sudah melupakan Nano. Ia seperti telah menemukan jalur labuhnya sendiri, merusak jalur yang telah ia punya bersama Nano. Tiba tiba saja tidak ada kabar atau apa Mawar jadian dengan seorang cowok bernama Dhani, temen sekelasnya.

            Seperti mendapatkan undian dan siap siap menjadi milyader tetapi ternyata itu semua hanyalah penipuan, Nano seperti mendapat sebuah ‘harapan palsu’ dari seseorang yang baru baru ini ia kenal. Bodohnya, kenapa ia bisa menaruh hati pada gadis yang ia sendiri tidak tahu bagaimana latar belakang dan sifat asli orang tersebut. Mau tidak mau, cepat atau lambat dia harus segera melupakan Mawar, bagaimana caranya itu.

            Move on. Dua kata seribu arti. Dua kata yang mudah untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dilakukan. Dua kata yang dapat membuat suasana hati berubah seketika saat tiba tiba terbayang akan kenangan yang indah bersama orang yang bersangkutan. Untungnya Nano tidak terlalu banyak punya kenangan dengan Mawar, ketemu saja belum pernah apalagi membuat kenangan indah seperti itu. Hanya momen momen saat vn an pada malam itu saja yang membuat Nano merasa itulah menjadi momen terindah Nano dengannya.

            Nano mulai mencari kesibukan lain agar dia tidak mengingat ingat kembali tentang Mawar. Memang sih saat sedang melakukan aktifitas, semua bisa terlupakan, tetapi saat malam tiba dan hanya kesunyian malam yang menemanimu. Ingatan itu muncul kembali. Kalau sudah begini siapa yang salah? Tidak ada yang salah, hanya hati yang terlalu cepat jatuh kedalam sebuah ilusi yang dinamakan cinta. Cinta yang berujung pada sebuah dilema yang mendalam.

“Namun tiba-tiba kau ada yang punya.. hati ini terluka..” terdengar sepotong lirik lagu itu dari radio hitam di atas meja coklat yang Nano setel dari tadi. Ya, lagu dari band hivi yang sangat mewakili perasaannya pada malam hari itu. Entah kenapa lirik lagunya begitu pas di telinga Nano. Ia menjadi semakin teringat Mawar. Ia akhirnya mencoba melupakan itu dengan sesekali memejamkan mata untuk sekedar mencoba untuk terlelap di waktu yang masih terbilang cukup ‘pagi’ yaitu jam 8 malam. Setelah cukup lama memejamkan mata dan dengan adanya sedikit ‘paksaan’ akhirnya Nano pun terlelap dan seketika ia melupakan segalanya. Kejadian yang menimpanya baru baru ini, ya paling tidak sampai 8 jam kedepan.

“Pukul enam lebih lima puluh pagi”
Kaki panjang itu terus melangkah dan 'dipaksa' diayunkan menelusuri lorong sekolah dan tibalah ia di sebuah sudut sekolah dan ia mulai menaiki anak tangga satu demi satu yang akan mengantarkan ia ke sebuah ruangan yang ia sebut kelas. Suara hentakkan kaki yang semakin lama semakin cepat iramanya ternyata sudah terdengar oleh Pak Han. Guru Kimia yang telah masuk daritadi dan memang mengajar pada jam pertama hari itu. “Masih berani kamu masuk kelas bapak?” ujar Pak Han yang dari tadi menulis soal di papan tulis dan tiba tiba berhenti karena mendengar suara hentakkan kaki Nano. “Anu pak tadi…” belum sempat Nano menjawab tiba tiba kalmat itu dipotong oleh pak Han. “Sudah jam berapa ini? Sudah kamu berdiri di luar kelas sampai pelajaran bapak selesai!”. Sepertinya langkah yang sudah ia hentakkan tadi dengan sangat cepat tidak berbuah apa apa kalau berhadapan dengan Pak Han, ia tetap dianggap terlambat. “Bagaimana bisa sih gue terlambat padahal tadi malam gue kan tidur jam 8?” gumamnya dalam hati, sambil berjalan keluar kelas.

            Hari itu tampak aneh dan berbeda, sejak pagi tadi ia tidak melihat sahabatnya, Surya. Biasanya jam istirahat seperti ini mereka berdua sedang menikmati semangkuk bakso Mas Agus di kantin sekolahan. “Ah apa gue samperin aja kali ya ke kelasnya” pikirnya dalam hati. Akhirnya dengan mangkok yang masih berisi setengah bakso dan mulut yang masih menguncah ia buru buru meninggalkan kantin dan berjalanlah ia ke sebuah tempat. Tibalah ia di depan kelas dua belas ipa satu. Tempat dimana sahabatnya itu berada. Akhirnya, setelah bertanya kepada teman sekelasnya ternyata hari itu Surya tidak masuk karena izin. Tidak seperti biasanya sahabatnya itu izin dan tidak memberitahukannya.

            Dari dua belas ipa satu, ia menuju ke kelas dua belas ipa empat yang tidak lain adalah kelasnya sendiri. Tampak pintu yang terbuka lebar tetapi kelas tampak kosong karena memang biasanya para siswa sedang keluar ke kantin pada jam istirahat atau keluar sekedar mencari udara segar setelah belajar pelajaran kimia Pak Han. “Lika? Lo gak ke Kantin?” tanya Nano yang ternyata melihat hanya ada Lika di kelas itu sedang duduk dan sepertinya sedang melakukan sesuatu. “Eh elu No, enggak nih, gue lagi hemat nih mau nabung” ujar Lika yang sedikit kaget atas kedatangan Nano yang tiba-tiba. Nano pun menghampiri Lika dan duduk di bangku sebelah Lika yang kosong. “Suka baca buku juga ternyata anak saman, buku apaan tuh?” ujar Nano sedikit meledek Lika yang daritadi asik membaca buku yang lumayan tebal. “Suka dong, hehe ininih novel best sellernya raditya dika, yang Manusia Setengah Salmon lucu parah” sambil menunjukan cover buku yang ia baca. “Gue kira anak saman cuma bisa nepok tangan, dada, sama paha doang, haha” ledek Nano sambil tertawa kecil. Lika hanya bisa tersenyum dan tidak sengaja melihat ke arah mata Nano. Tak disangka ternyata Nano juga sedang melihat ke arah mata Lika. Lika yang salting langsung 'membuang muka' dan melanjutkan membaca. Tak terasa Nano dan Lika mengobrol cukup banyak hari itu.

            Tak terasa berkat Lika, Nano sudah sedikit demi sedikit bisa melupakan semua hal tentang Mawar. Berkat obrolan seru nya dengan Lika tadi saat istirahat Nano sudah bisa ‘setidaknya’ bisa tertawa hari itu. Sebuah titik terang yang ia temukan kembali saat ia telah terpuruk kedalam lubang hitam yang dalam. Sebuah pemanis yang ia rasakan disaat lidah sudah tidak bisa merasakan 'rasa' kecuali rasa pahit. ‘Patah hati karena cewek ya obatnya cuma satu, ya cewek lagi’ sepertinya pepatah itu cocok dengan apa yang terjadi dengen Nano hari ini.