Saturday, 3 August 2013

BAB 5 : PENANTIAN

              Terdiam ia di suatu pojok kamar. Matanya seperti melirik ke sebuah arah, hatinya resah seperti menunggu sesuatu yang tidak pasti kedatangannya. Langkah yang daritadi tidak ia pergunakan untuk melangkah untuk sekedar menghirup udara pagi yang segar. Ia hanya duduk terdiam disitu, dan daritadi ia hanya ditemani radio hitam kesayanannya itu yang dari tadi telah hidup dan sukses membuat ia semakin galau karena lagu lagunya yang memang bisa dibilang ‘cocok’ dengan suasana hatinya kali ini. Tangannya sesekali menggapai handphone yang dari tadi berada di sebelahnya itu untuk sekedar mengecek.


“Mawar mana sih?” kata kata itu yang dari tadi ada di pikiran cowok kelahiran Bengkulu itu. Ya, memang tidak seperti biasanya. Biasanya setiap pagi handphone Nano selalu dihiasi sebuah led merah dan ia tahu kalau itu tidak lain dan tidak bukan dari pujaan hatinya itu, si Mawar. Tapi kali ini jangankan sebuah pesan singkat sekedar mengucapkan “pagi” atau “good morning”,dari tadi malam saja ia tidak membalas pesan Nano yang sekedar mengucapkan “selamat tidur” atau semacamnya. Ini benar benar peristiwa yang amat ganjil, apakah Mawar sama sekali tidak ingat dan menyisihkan waktunya sebentar untuk sekedar membalas pesan singkat dari Nano atau ia memang sengaja tidak membalasnya. Yah entahlah…

Asal kalian tau, cowok suka gengsi kalau disuruh bbm gebetannya duluan. Prinsip cowok adalah kalau ia lebih ingin di kangenin cewek duluan padahal kenyataannya cowok punya tingkat ke kangenan yang lebih tinggi dari cewek. Gengsi. Ya itulah alasan mengapa Nano daritadi tidak memulai duluan sebuah percakapan pada pagi hari yang bagi ia merupakan pagi terburuknya. Ia lebih memilih menunggu. Jika cowok tidak mengirim pesan duluan ke kalian para cewek, ingatlah bukan berarti kami tidak peduli, tapi kami menunggu kalian para cewek agar kalian merasa kangen dan akhirnya mencari kami. Aneh ya, tapi ya itulah cowok.

Karena semakin siang dan led di handphone Nano tak kunjung berwarna merah, akhirnya Nano memutuskan untuk bergerak, ia mengirimkan pesan singkat sekedar mengucapkan “selamat pagi”. Tanda ceklis berubah menjadi “D” yang artinya pesan itu telah sukses sampai ke handphone Mawar. Sekarang ia tinggal menunggu, kemana gerangan Mawar pergi dan tidak ada kabar hingga sekarang. Sambil menunggu akhirnya ia melangkahkan kakinya yang daritadi tidak ia pergunakan sebagaimana mestinya. Ia beranjak dari tempatnya dan berlari kecil ke sebuah tempat yang biasa disebut dapur, untuk sekedar menyantap sarapan, sarapan yang bisa dibilang terlalu siang.

Di dapur ia melihat sebuah tudung makanan yang telah kosong, tidak ada makanan tersisa. Termyata ia salah telah melewatkan pagi itu. Sekarang ia tahu mengapa ia heran melihat tudung itu kosong. Karena biasanya ia melihat makanan selalu ada di dalam tudung itu meskipun hanya sekedar sisa sisa makanan semalam. Seperti juga hatinya saat ini, ia tahu mengapa terasa begitu kosong. Karena ia seperti kehilangan sosok yang biasa mengisi pagi bahkan hari harinya.  Sebuah kekosongan yang menyebakan hati terasa tidak seperti hati pada umumnya.

Hari semakin sore dan ternyata huruf “D” tetaplah menjadi “D”.  Tidak ada perubahan yang terasa dari tadi pagi. Hati Nano tetap resah dan kosong. Ia seperti menanti sebuah kepulangan seorang anaknya yang ia tunggu bertahun tahun yang ternyata belum pulang juga hingga petang. Hingga sekarang ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Akhirnya Nano memutuskan untuk mengakhiri harinya dengan sebuah penantian sia sia. Ia tak tau lagi apa yang harus ia lakukan kini. Ia berharap jika besok ia terbangun dan membuka matanya, pesan singkat itu hadir lagi dan membuat hari harinya kembali seperti sebelum sebelumnya.

Ingin rasanya ia marah. Meluapkan semua kekecewaannya pada hari ini. Tapi marah kepada siapa?  Nano tidak berhak marah kepada orang itu. Mawar bukan siapa siapa bagi Nano. Mawar masih belum terikat siapa siapa dan ia berhak kemana saja. Ternyata salah membangun sebuah perasaan yang tidak pasti seperti ini. Semua terasa bebas datang dan pergi seperti sekarang ini. Sekarang ia tahu, bahwa cinta tidak hanya harus menggunakan mata. Tapi hati, ya hati yang membuat sebuah perasaan suka ini berubah menjadi cinta.

No comments:

Post a Comment